BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru
dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah
hidup dan menyatu didalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan
memasyarakatnya sistem persekolahan.
PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan
sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep
pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada
pendidikan persekolahan / pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih
ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang
tertentu.
Berbagai kelemahan sistem persekolahan dimuntahkan, terutama
pada aspek-aspek prosedural yang dinilai mengeras, kaku, serba ketat dan
formalistis. Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih tetap dipandang
penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata
mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam kebutuhan
pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam. Pembinaan dan pengembangan
PLS dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang menopang dengan
sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan
perkembangan zaman.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian pendidikan luar sekolah?
2. Bagaimana asal-usul pendidikan luar sekolah?
3. Bagaimana sejarah pendidikan luar sekolah?
4. Apa faktor pendukung pendidikan non formal?
5. Apa karakteristik pendidikan luar sekolah?
C.
Tujuan
Penulisan
Dari rumusan
masalah di atas maka tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian pendidikan luar sekolah
2. Mengetahui asal-usul pendidikan luar sekolah
3. Mengetahui sejarah pendidikan luar sekolah
4. Mengetahui faktor pendukung pendidikan non formal
5. Mengetahui karakteristik pendidikan luar sekolah
D. Metode Penulisan
Dalam penulisannya, penyusun
menggunakan beberapa sumber baik sumber media cetak maupun media elektronik
seperti internet dengan harapan mampu memberikan tambahan pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah seperti yang dikutip dari blog
budak cirembai adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur
dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan,
latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan
tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam
lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang
dilaksanakan diluar pendidikan formal untuk warga belajar agar mereka
memperoleh suatu keterampolan dalam hidupnya. Yang dikutip dari blog di internet.
Philip H. Combs yang di kutip dari blog fida nurlaili mengungkapkan
bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang
terorganisir yang di selenggarakan di luar system formal, baik tersendiri
maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk
memberikan layanan pada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.
Jadi pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan
dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah, dan
seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan, maupun bimbingan sesuai
dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi
peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan
bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
B. Asal usul Pendidikan Luar Sekolah
Kegiatan pendidikan,
walaupun dalam bentuknya yang paling sederhana, yang kini dikenal dengan
istilah pendidikan luar sekolah, telah hadir di dunia ini sama tuan ya
dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan
lingkungan di muka bumi ini. Setelah jumlah
manusia makin berkembang, situasi
pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok
dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam
kelompok dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum
pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang di
ungkapkan Prof. H. D. Sudjana S., S.pd., M.Ed., PhD. Dalam bukunya “pendidikan
luar sekolah” menjelaskan bahwa asal ususl pendidikan luar sekolah tidak lepas
dari 3 (tiga) pengaruh yaitu :
a.
Pengaruh Pendidikan Informal
Pada waktu permulaan
kegadirannya, pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh pendidikan informal,
yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam keuarga. Di dalam kehidupan
keluarga ini terjadi interaksi antar orang tua, antara orang tua dengan
anak, dan antara anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan,
keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anaknya pada dalam kehidupan kelompok, misalnya keterampilan bercocok
tanam atau membuat peralatan sederhana yang biasa digunakan. Cara- cara
seperti itu digunakan pula oleh kepala suku atau kepala adat terhadap warganya
atau oleh ketua tani terhadap para petani.
b.
Pengaruh Tradisi di Masyarakat
Dalam masyarakat
terdapat tradisi dan adat istiadat yang mendorong penduduk untuk belajar,
berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang
dianut oleh masyarakat itu. Seperti pesan orang tua kepada anak-cucunya:
“Tuntutlah ilmu, carilah harta, jauhilah perilaku yang tidak baik .
Tutur kata yang lain diantaranya: “Berpikirlah sejak kecil, belajar sejak
kanak-kanak, untuk bekal di masa dewasa, teruslah berikhtiar dengan sabar dan
tawakal, berhematlah, aturlah rejeki sehingga tatkala sedikit dapat mencukupi
dan tatkala tidak banyak tapi bersisa. Pesan lain
adalah “Hidup harus banyak teman, untuk saling menolong dan saling menitipkan
diri; budi dan akal diperoleh dari sesama insan. Pesan yang terkandung didalam tutur kata tersebut
mendorong penduduk untuk melakukan kegiatan belajar, berusaha, dan bekerjasama
di dalam masyarakat. Pesan itu pun memberi makna bahwa kegiatan tersebut
merupakan bagian kehidupan manusia yang harus dilakukan oleh setiap warga
masyarakat.
c.
Pengaruh Agama
Kehadiran agama dakam
kehidupan bermasyarakat lebih melandasi lagi perkembangan pendidikan
luar sekolah. Belajar membaca kitab suci,
kaidah-kaidah agama, tata cara sembahyang, yang pada
umumnya dilakukan di tempat-tempat peribadatan,
merupakan kegiatan belajar mengajar yang mendasari situasi pendidikan
luar sekolah.
Dalam perkembangan
selanjutnya, agama memberikan motivasi kepada masyarakat bahwa belajar
itu merupakan kewajiban bagi setiap pemeluk agama, dan kegiatan belajar
dilakukan di dalam dan terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai
ilustrasi, Agama Islam memberikan dorongan kuat agar pemeluknya senantiasa
belajar. Belajar ialah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah untuk dilakukan
oleh setiap orang. Syarat utama yang perlu dimiliki oleh setiap individu untuk
melakukan kegiatan belajar adalah kemampuan membaca. Oleh sebab itulah, wahyu
pertama yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, untuk disampaikan kepada
manusia, adalah perintah untuk membaca.“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menjadikan
(Q.S. Al-¾Alaq, ayat 1).
Dalam makna yang lebih
luas, perintah membaca ini mendorong agar manusia menelaah petunjuk Tuhan yang
tercantum dalam Kitab Suci, sebagai pedoman hidup di dunia ini,
mengkaji alam dan lingkungan
kehidupan sebagai ciptaan-Nya, dan
menggunakan petunjuk Tuhan itu dalam berinteraksi dengan lingkungan
kehidupannya. Berdasarkan makna ini maka kemampuan membaca adalah prasyarat
yang sangat penting dalam kegiatan belajar untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian, kegiatan belajar
memiliki motivasi ibadah yaitu untuk melakukan kewajiban yang telah
ditentukan oleh Tuhan.
Kewajiban umat
untuk belajar ini dipertegas oleh
Rasulullah SAW dalam hadistnya: “Menuntut ilmu
adalah wajib bagi setiap Muslim pria
dan wanita. “Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian sampai masuk ke liang
kubur .
Secara singkat dapat dipahami bahwa belajar adalah kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap umat Islam selama hidupnya.
Menurut agama,
belajar adalah kunci utama untuk mencapai
kemajuan dan kebahagiaan. Belajar, dalam pengertian ini adalah
proses pencarian dan penguasaan ilmu untuk diterapkan dalam kehidupan.
Motivasi agama
bagi manusia, untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dalam mengolah potensi alamini telah ditegaskan oleh Allah
SWT: “Dan Dia (Allah) menundukkan untukmu segala sesuatu
yang ada di langit dan di bumi
semuanya, (sebagai suatu rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
orang-orang yang berpikir (Q.S. Al- Jatsiyah,
14). Dan berbagai perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berpikir
(Q.S. Al-Hasyr, 21)
Dalam mengembangkan
kemampuan manusia di masa dating agama memberi motivasi untuk
mengantarkan mereka guna memasuki ruang dan waktu yang berbeda dengan
yang dialami saat ini. Untuk mengantarkan ke dalam kehidupan masa depan
itu, peranan pendidikan ialah untuk
membelajarkan manusia terhadap
kemungkinan- kemungkinan yang akan dihadapinya di masa yang akan datang.
Rasulullah SAW telah memberi petunjuk: “Belajarkanlah
anak-anakmu karena mereka adalah makhluk,
ciptaan Tuhan, yang akan memasuki jaman yang berbeda dengan keadaan jamanmu
sekarang. Petunjuk ini menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk membantu
manusia dalam mengembangkan kemampuan fungsional yang
diperlukan dalam kehidupan masa depan.
Berdasarkan
beberapa Hadits tersebut pendidikan hendaknya
dilandasi oleh kaidah-kaidah agama sehingga terjadi motivasi
belajar yang bertujuan untuk memperoleh pahala dari Tuhan Yang maha Pemurah dan
Maha Penyayang dengan cara menunaikan kewajiban menuntut ilmu dan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kehidupan di dunia dan mencapai kebahagiaan
dalam kehidupan abadi di akhirat.
C. Sejarah Pendidikan luar Sekolah
Sejarah terbentuknya pendidikan luar sekolah (PLS) tidak
bisa lepas dari lima aspek yaitu:
a. Aspek pelestarian budaya
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang
terjadi dan berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai
perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik.
Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat
dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga.
Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar
anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai
dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan.
Pada dasarnya semua bentuk kegiatan ini menjadi akar
untuk tumbuhnya perbuatan mendidik. Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di
lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan
secara turun temurun.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
praktis di masyarakat dan untuk meneruskan warisan budaya yang meliputi
kemampuan, cara kerja dan Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu
generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya telah
terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku berbeda dengan
sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkan yang asli inilah yang
termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi
pendidikan luar sekolah.
b. Aspek teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah
teori yang diketengahkan Philip H. Cooms dalam H. D. Sudjana (2000:82), tidak
satupun lembaga pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara
sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial. Atas
dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya
penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi
masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan
sekolah) dalam upaya pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil
belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Dasar Pijakan
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh
legitimasi dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945,
Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun1991
tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan
bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan
memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang
diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun
bentuk-bentuk satuan PLS., sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989
pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan
pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain,
penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.
d. Aspek kebutuhan terhadap pendidikan
Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada
masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin
meluas. Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan
iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang
merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi
pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas
dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan
kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan.
e. Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak
bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang
baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga
pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi semua
harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah
lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu
kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan,
sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat
terpenuhi.
D.
Faktor Pendorong Perkembangan Pendidikan
Nonformal
Dalam
perkembangan selanjutnya pendidikan luar sekolah di dukung oleh tiga factor
yaitu : para praktisi di masyarakat, pengkritikan terhadap pendidikan sekolah,
dan para perencana pendidikan untuk pembangunan di tingkat internasional. Ketiga
factor ini, sangat berpengaruh positif terhadap perkembangan pendidikan luar
sekolah.
a.
Para Praktisi di Masyarakat
Para praktisi pada
umumnya terdiri atas para pemuda terdidi, pemuka masyarakat, pimpinan
organisasi, guru-guru sekolah dan tenaga sukarela lainnya. Denagn tujuan untuk
memberi kesempatan pendidikan kepada masyarakat, menumbuhkan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat dan menumbuhkan hasrat dan partisifasi masyarakat dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa. Kegiatan para praktisi di
masyarakat ditandai dengan adanya sekian banyak pelaksana yang secara sukarela
melakukan kegiatan pendidikan dalam upaya membantu masyarakat untuk melepaskan
diri dari ketinggalan.
b.
Berkembangnya Kritik terhadap Pendidikan
Formal
Gejala-gejala yang mennjukan
adanya krisis pendidikan formal yaitu ketidakcocokan antara kurikulum dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata peserta didik,
ketidaksesuaian antara pendidikan dengan perkembangna kebutuhan masyarakat,
ketidakseimbangan yang terus menerus antara pendidikan dandunia kerja,
ketidakmampuan lembaga pendidikan formal untuk memberi kesempatan pemerataan
pendidikan bagi semua kelompok di masyarakat, dan meningkatnya biaya
penyelenggaraan pendidikan formal yabg tidak diimbangi oleh kemampuan negara
terutama negara sedang berkembang untuk membiayainya. Dengan demikian,
pendidikan nonformal menderita kelemahan dalam mengimbangi kecepatan perubahan
yang terjadi di luar pendidikan.
a) Philip
H. Coombs (1963)
Philip H. Coombs
mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang mekin pesat untuk memperoleh
kesempatanm pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh
pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan
kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merspon
secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, kelambatan
system pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di
luar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam memanfaatkan lembaga
dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan para
lulusan dan jumlah lapangan kerja makin bebas.
b) Ivan
Illich (1972)
Ivan Illich (1972)
megatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebihmenitikberatkan produknya
berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan menggunakan
angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar, jenjang
pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan lulusan
untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh guru dan
pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan mengakibatkan
lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif dan kritis
serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai
dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan peserta didik
kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.
c) Paulo
Freire
Paulo Freire
mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang merasa
tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang secara
demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk mengembangkan
situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir
kritis sehinghga mereka dapat mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah
yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran di sekolah pada
umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik, tidak
saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical antara guru dan
dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh guru yang
cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta didik
cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).
d) Carl
Rogers (1961)
Carl Rogers mengatakan,
bahwa proses pembelajaran pendidikan nonformal berpusat pada guru
e) Abraham
H. Maslaw (1954)
Abraham H. Maslaw
mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila
dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui
interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.
f) Jerome
S. Bruner (1966)
Jerome S. Bruner
mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya
kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, serta
peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang
datang dari luar dirinya yaitu dari guiru.
g) B.
F. Skinner (1968)
B. F. Skinner
mengatakan, bahwwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam
pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan pembelajaran
lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara belajar, serta
peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan masalah yang
terdapat dalam lingkungannya.
h) Malcolm
S. Knowles (1977)
Malcolm S. Knowles
menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk mengembangkan proses
pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik memiliki kebutuhan
psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh masyarakat, kegiatan
belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk
alternative jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, peserta didik dapat
mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat
dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan oleh sikap
kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban untuk
melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar sistemnya,
orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh
birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan
yang terdapat di luar system termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para siswa
c.
Para Perencana Pendidikan untuk Pembangunan
a) Masalah
Pendidikan di Negara Berkembang
Masalah pendidikan yang
berkaitan dengan kependudukan, yaitu: Anak usia prasekolah yang banyak
jumlahnya, banyak usia anak sekolah dasar yang tidak tertampung oleh lembaga
pendidikan formal yang ada, besarnya jumlah orang dewasa yang tidak mempunyai
kesempatan mengikuti pendidikan formal, besarnya angka putus sekolah, besarnya
jumlah lulusan suatu jenjang pendidikan yang tidak melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi.
b) Arah
Pembangunan di Negara yang Sedang Berkembang
Pendidikan nonformal memberi
dukungan terhadap pembangunan pedesaan karena program-programnya yang
berorientasi untuk memenuhi kebutuhan belajar penduduk pedesaan, memotovasi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, menumbuhkan inovasi
karena sifatnya, menggunakan sumber-sumber yang terdapat di masyarkat setempat,
menjadi forum saling kegiatan belajar bagi masyarakat, mendorong terjadinya
komunikasi antar lembaga pemerintah, lembaga swadaya dan pihak-pihak lain yang
bergerak dalam kegiatan pendidikan nonformal dan pembangunan masyarakat, lebih
murah biaya penyelenggaraannya dibandingkan dengan biaya pengeluaran pendidikan
formal.
c) Pendekatan
Pendidikan Nonformal terhadap Pembangunan
Pendekatan yang
dugunakan pendidikan nonformal terhadap pembangunan ialah pendekatan
fungsional. Pendekatan tersebut mengarahkan program-program pendidikan,
terutama pelatihan keterampilan untuk mendukung pengembangan
fungsi-fungsiekonomi di masyarakat. Tujuh kelompok program pendidikan nonformal
meliputi: pendidikan dasar (pemberantakan tuna aksara, motivasi dan orientasi
pembangunan) bagi pemuda dan orang dewasa di pedesaan, pendidikan umum yang
berorientasi pada dunia kerja dan latihan kerja di sekitar pertanian dan
non-pertanian bagi anak-anak putus sekolah dasar dan pemuda, pendidikan
keluarga (kesehatan dan gizi keluarga,ekonomi keluarga, keluarga berencana dan
sebagainya) bagi kaum ibu dan wanita remaja di pedesaan, latihan usaha tani
bagi orang dewasa dan pemuda di pedesaan, latihan produktif di sekitar sektor
pertanian bagi mereka yang belum dan telah bekerja atau berusaha, latihan
kewirausahaan dan pengelola usaha bagi para usahawan kecil, pemuda, dan pemuda
yang belum bekerja, latihan kepemimpinan bagi kepala desa dan staf, pimpinan
organisasi pemuda dan wanita serta petugas dan kader pembangunan masyarakat
desa.
d) Perluasan
Perencanaan Pendidikan untuk Pembangunan
Para perencana
pendidikan untuk pembangunan mulai memperluas jangkauan dari pendekatan
perencanaan yang berorientasi internasional kepada pendekatan perencanaan yang bercorak
regional, nasional dan daerah.
e) Model-model
pendidikan nonformal untuk Pembangunan
Pendidikan nonformal
sebagai pelengkap pendidikan formal dianut oleh pakar dan perencana pendidikan
untuk pembangunan yang beradadi negara industri, pendidikan nonformal yang
pararel dengan pendidikan formal dianut oleh Philip H. Coomb dan Lyra
Srinivasan menekankan bahwa kedua jalur pendidikan tersebut berjalan
berdampingan dan salaing menunjang antara yang satu dengan yang lainnya,
pendidikan nonformal sebagai alternative bagi pendidikan formal dianut oleh
Paulo Freire, Saul Alnsky, dan jalur Nyrere. Alasan untuk menunjang kebebasan
pendidikan nonformal untuk mengembangkan system dan programnya yaitu
memantapkan peranannya sebagai pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan serta mengembangkan kemampuan masyarakat dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kemampuannya sendiri.
Pendidikan Nonformal
dan Peningkatan Mobilitas Pendidikan nonformal dipandang sebagai upaya
alternative untuk memberikan kesempatan peningkatan status kehidupan bagi
masyarakat Melalui pendidikan nonformal penduduk miskin dapat mempelajari
keterampilan kerja dan usaha sehingga menjadi lebih produktif dan dapat
meningkatkan status social ekonomi di dalam masyarakat, untuk menyediakan
tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembangunaan ekonomi baik di pedesaan maupun
di perkotaan, berkembangnya pendidikan nonformal yang berkaitan dengan
pembangunan pedesaan, pendidikan nonformal yang berkaitab dengan pembinaan
kesatuan dan berpolitik didasarkan atas kesulitan dalam mengembangkan identitas
bahasa dan budaya bersama.
Strategi Kebijakan
Pendidikan Nonformal dalam Pembangunan Pendidikan nonformal berintegrasi dengan
kegiatan-kegiatan lembaga lain, mengembangkan keterkaitan dengan pendidikan
formal, meningkatkan peranannya dalam membelajarkan masyarakat miskin.
Pendidikan Nonformal Berorientasi pada Kewirausahaan Pendidikan nonformal dapat
membina dan mengembangkan kewirausahaan melalui mengintegrasikan materi
pembelajaran kewirausahaan ke dalam kurikulum satuan jenis nonformal,
kewirausahaan menjadi program pendidikan tersendiri. Wirausaha adalah orang
yang mampu mengantidipasi peluang usaha, mengelola SDM guna meningkatkan
keuntungan dan bertindak tepat menuju sukses.
E. Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah (bahasa Inggris: Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar
agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan
formal(persekolahan). Oleh karena itu maka
pendidikan luar sekolah (PLS) memiliki katakteristik sebagai berikut :
a. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Subtitute dari pendidikan
sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan
jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti
pendidikan di jalur persekolahan (formal). Contohnya: Kejar Paket A, B dan C
b. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan
sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah
pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah.
Contohnya: private, les, training
c. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari
pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk
melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh
di dalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dll
Itulah
beberapa karakteristik yang mejadikan pendidikan luar sekolah ini tetap ada
eksistensinya dari dulu hingga saat sekarang bahkan kita pelajari sebagai bekal
kehidupan kita pada masa yang akan datang.
BAB III
SIMPULAN DAN
SARAN
A.
Simpulan
1. Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana
terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah, dan seseorang
memperoleh informasi, pengetahuan, latihan, maupun bimbingan sesuai dengan usia
dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan,
sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang
efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan
masyarakat dan negaranya.
2. Asal-usul pendidikan luar sekolah dipengaruhi oleh 3
(tiga) faktor yaitu :
-
Pengaruh
pendidikan informal
-
Pengaruh
tradisi dimasyarakat
-
Pengaruh agama
3. Sejarah pendidikan luar sekolah terbentuk dari 5 (lima)
aspek yaitu :
-
Aspek
pelestarian budaya
-
Aspek teoritis
-
Dasar pijakan
-
Aspek
kebutuhan terhadap pendidikan
-
Keterbatasan
lembaga pendidikan sekolah
4. Faktor pendorong pendidikan non formal yaitu :
-
Para praktisi
di masyarakat
-
Para
pengkritik terhadap pendidikan sekolah
-
Para perencana
pendidikan untuk pembangunan di tingkat internasional
5. Karakteristik pendidikan luar sekolah yaitu :
-
Pendidikan
luar sekolah sebagai subtitle
-
Pendidikan
luar sekolah sebagai suplement
-
Pendidikan
luar sekolah sebagai complement
B. Saran
Penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Hal ini sangat membantu
karena sebagai acuan dan tolak ukur demi kemajuan dimasa yang akan datang.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik berupa sumbangan moril maupun materil.
DAFTAR PUSTAKA
H. D. sudjana. 2000. Pendidikan luar sekolah
: wawasan, sejarah perkembangan, falsafah & teori pendukung, serta asas.
Falah production. Bandung
http://anakciremai.wordpress.com/category/makalah-ilmu-pendidikan/page/22/. Senin 12 november 2012. 11.25 WIB
http://fidanurlaili.wordpress.com/2010/11/28/pendidikan-luar
-sekolah/ . Senin 12 november 2012. 11.30 WIB
http://www.anakciremai.com/2009/02/makalah-ilmu-pendidikan-tentang-sistem.html. Senin 12 november 2012. 11.36 WIB
http:///edupls.blogspot.com/2010/09/konsep-dasar-pendidikan-luar-sekolah.html. Senin 12 november 2012. 11.57 WIB